20 December 2015

PERNIKAHAN DENGAN MENGGUNAKAN WALI HAKIM DITINJAU DARI FIQIH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA



PERNIKAHAN DENGAN MENGGUNAKAN WALI HAKIM DITINJAU DARI FIQIH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA

ABSTRAK
Pernikahan merupakan suatu perbuatan hukum, yang memerlukan syarat dan rukun agar dapat dipandang syah menurut hukum. Diantara hukum islam yang selalu menjadi persoalan pelik ditengah masyarakat adalah tentang keberadaan wali. Bagaimana seandainya seorang wali, yaitu wali nashab berhalangan untuk
menikahkan seorang wanita yang di bawah perwaliannya, baik berhalangan itu dalam bentuk tidak dapat menjalankan tugasnya disebabkan oleh keadaan fisiknya yang tidak memungkinkan, seperti masih kecil (Shaghir), sakit atau gila, ataupun disebabkan keengganannya (Adhal) untuk menjalankan tugas sebagai wali. Dilain sisi, undang-undang perkawinan tidak memberikan ketentuan jelas terhadap masalah ini. Bahkan pasal 6 ayat (2) undang -undang
ini mengisyaratkan ketentuan izin wali tidak lebih hanya diperlukan bagi perkawinan oleh wanita yang belum mencapai usia dua puluh satu (21) tahun. Akan tetapi undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menjadi barometer pelaksanaan perkawinan di Indonesia, khususnya umat Islam di Indonesia, melalui dalam pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa hukum Islam sebagai rujukan syah atau tidaknya suatu pernikahan. Mulai yang membolehkan perempuan menjadi wali nikah, peralihan hak perwalian di sebabkan tidak hadirnya wali disaat pernikahan dilaksanakan baik karena ghaib atau adhol, sampai kepada boleh atau tidak pernikahan dilangsungkan tanpa adanya wali
nikah. Pembahasan tentang perkawinan dengan menggunakan wali hakim tidak
dijumpai sekarang mendetail dalam undang-undang, maka berdasarkan pasal 2 ayat (1) undang-undang perkawinan yang menyatakan bahwa kedudukan wali atau wali hakim dirujuk kepada hukum Islam. Maka hukum Islam yang telah menjadi hukum positif di Indonesia adalah kompilasi Hukum Islam (KHI). Karena KHI banyak mengacu pada Al-Quran dan Hadits serta kitab-kitab Fiqih dari sebahagian mazhab yang berkembang dalam khazana Islam, terutama mazhab syafi’i yang merupakan mahzab mayoritas yang diyakini oleh umat Islam di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu berusaha menggambarkan fakta dan data-data bagaimana seorang perempuan yang ingin menikah dengan menggunakan wali hakim dengan mengumpulkan data sekunder, data sekunder didapat dari literatur-literatur kepustakaan. Dari data yang diperoleh dari lapangan sejak Januari 2006 sampai dengan bulan Februari 2007, menujukan bahwa dikota Medan setiap bulannya selalu ada perkawinan yang dilaksanakan dengan berwalikan hakim, disebabkan oleh faktor-faktor ya
ng tersebut diatas. Hasil penelitian menunjukan bahwa, wali hakim adalah wali yang diangkat oleh pemerintah atau wali yang ditunjuk oleh putusan pengadilan. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, mempersyaratkan adanya wali secara mutlak dalam suatu perkawinan dan berfungsi sebagai pelaksanaan ijab akad nikah dalam perkawinan, pada dasarnya wali hakim berfungsi sebagai pengganti, bukan sebagai wakil dari wali nashab, dalam keadaan hal-hal yang menyebabkan berpindahnya hak perwalian ketangan wali hakim yang oleh hukum dan peraturan perundang-undangan membenarkan wali hakim sebagai wali nikah. Selanjutnya disarankan, kepada masyarakat muslim agar tidak terpengaruh dengan pengakuan seseorang yang menyatakan dirinya wali hakim,
kepada pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan agar jangan memilih jalan pintas dengan cara memilih berwali hakim padahal wali nashab masih ada, kepada wali nashab agar tidak mempersulit peminangan terhadap putrinya dengan pertimbangan pribadi atau tidak sekutu, karena sikap yang demikian akan digunakan oleh anak perempuannya untuk menikah dengan berwali hakim. 

Link Download 1: Klik
Link Download 2: Klik
Link Download 3: Klik

No comments:

Post a Comment